Negeri satu ini entah mengapa selalu mengundang hati untuk melangkahkan kaki menyambanginya kembali. Filipina. Mungkin karena terdapat banyak sahabat yang berdiam di sana, atau juga barangkali karena banyak kemiripan yang dijumpai, sehingga aku merasa lebih homy dibanding bila mengunjungi negeri lain. Ya, dengan mengumpulkan segenap niat, tabungan, dan rencana, akhirnya semesta membolehkan saya mengunjungi Filipina kembali, setelah 2 kali sebelumnya berkesempatan ke sana. Kali ini, judulnya adalah refreshing, alias liburan, sambil menyapa kembali sahabat-sahabat baik di sana. Untuk destinasi ini, saya menuju kota Davao, yang dikenal sebagai kota pendidikan di Filipina, sekaligus kota dagang yang cukup sibuk karena merupakan pintu masuk ke Pulau Mindanao, Filipina bagian selatan yang berbatasan dengan Indonesia. Secara tak sengaja, dan baru saya tahu setelah pulang setelah ibu bercerita, konon kota ini kerap dikunjungi alm. Bapak, pada masa masih aktif di militer. Lagi-lagi, saya melakukan napak tilas jejak langkah alm bapak, 30-35 tahun yang lalu. I miss bapak, then…..
Seperti yang telah saya duga dan tulis di media sosial sesaat sebelum berangkat, ada terselip kepercayaan dalam diri saya, bahwa dalam setiap perjalanan selalu ada pelajaran dan sesuatu hikmah yang saya dapatkan. Nyatanya, kepercayaan itu benar. Liburan kali ini tidaklah sekedar liburan garing dimana saya hanya memanfaatkan waktu dengan jalan dari satu tempat ke tempat lain, atau hanya menikmati wisata kuliner. Tidak. Terselip banyak hal baru, baik pengalaman maupun pengetahuan dan pencerahan yang saya dapatkan, yang tentu saja berguna bagi langkah hidup selanjutnya. Dari sharing pengalaman dan cerita sahabat-sahabat dan kerabatnya yang saya temui, ada sesuatu yang bisa dipelajari, mungkin tidak ada kata-kata yang lebih tepat untuk mengekspresikannya. Namun saya coba menggambarkannya satu per satu.
Jogja-Jakarta-Manila
Hari pertama adalah perjalanan dari kota saya, Yogyakarta ke Jakarta sebagai tempat transit. Selintas tidak ada yang spesial, sama halnya perjalanan-perjalanan yang selama ini saya lakukan dalam rangka tugas maupun lainnya. Saya sengaja memilih low-fare airplane untuk trip kali ini, yang telah saya pesan jauh-jauh hari, yaitu Air Asia (Jogja-Jakarta pp) dan Cebu Pacific Air untuk Jakarta-Manila-Davao pp. Selain menghemat biaya, juga menghemat waktu tidak harus ke Singapore dulu untuk transit. Seperti biasa, AirAsia mengantarkan saya ke Jakarta on-time. Setelah makan sore di salah satu tempat makan di Terminal 3 Soetta (Bakmi GM), saya segera cabut menuju Terminal Keberangkatan Internasional Soetta. Shuttle bus yang free dengan senang hati melayani transfer antar terminal.
Di terminal 2 saya masih harus menunggu check in desk Cebu Air dibuka. Penerbangan masih 5 jam lagi. Waktu yang cukup luang saya gunakan untuk menikmati coklat panas Dunkin Donuts sambil baca-baca buku dan gadget. Oh ya, kali ini saya sengaja tidak membawa notebook alias laptop. Tujuannya sederhana, supaya pikirannya tidak bercabang ke pekerjaan. 😉 Sahabat yang akan saya kunjungi pun menyarankan demikian, karena ini judulnya adalah liburan, jangan bawa laptop! Bawa saja flashdisk yang isinya file pekerjaan apabila diperlukan, karena di rumahnya ada laptop dan computer yang bisa dipinjam, sekaligus wifi. Yah….sama aja!
Kembali ke masa tunggu penerbangan di Soetta. Capek duduk di counter DD, saya jalan pelan-pelan pindah ke tempat lain di seputaran terminal 2. Ada beberapa rombongan yang tampaknya hendak bepergian, termasuk kelompok ziarah. Ah, melihat kelompok ziarah yang sedang siap-siap check in itu, ingatan saya kembali setahun lalu ketika Tuhan memberikan kesempatan berziarah ke Tanah Suci bersama keluarga tercinta. Rindu rasanya kembali ke sana. Kapan-kapan kalau Tuhan dan semesta mengijinkan, pasti bisa.
Perubahan gedung yang diperbaiki di sana-sini di bandara internasional Soetta Jakarta tidak begitu terasa. Yang masih mengganggu adalah beberapa kali kami harus pindah gate untuk boarding. Sampai 3 kali malah. Kantuk dan lelah bisa saja memicu kemarahan karena diminta pindah beberapa kali dengan jarak yang tidak dekat. Tapi saya memilih untuk kooperatif mengingat perpindahan gate bukanlah kesalahan petugas yang memandu. Yang penting bisa terbang, begitu pikir saya. Penumpang Cebu Air menuju Manila subuh itu lumayan beragam juga. Ada seorang ibu usianya di atas 55 tahun, tebakan saya, masih enerjik melakukan perjalanan seorang diri, demi menengok keluarga putrinya yang tinggal di Puerto City, salah satu kota cantik di kepulauan Palawan Filipina. Ada juga seorang perempuan muda yang ingin jalan-jalan di sekitar Luzon, dan padanya saya sarankan untuk mampir ke tempat wisata Tagaytay, tempat di mana saya tinggal selama kurang lebih 2 bulan untuk belajar studi gender. Akhirnya jam 01.00 lebih saya terbang, ke Manilla, untuk meneruskan perjalanan ke Davao. Selamat tinggal sementara, Indonesia! I’ll be back….
(bersambung)